assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang di kajian kitab kuning pesantren

Senin, 10 Desember 2012

BENARKAH PEMAHAMAN SIFAT 20 ITU ?



(Mencoba memahami dan menalar  sifat 20) kajian tauhid


Pendahululuan
Islam sebagai Agama yang besar mempunyai landasan agama yang kuat, mulai dari system aqidah, syari’ah serta akhlaq. Sebagai sebuah Agama landasan-landasan penting sebagai titik dasar dari penghambaan adalah dalam wilayah ibadah.
Di lain itu, wilayah Ibadah juga tidak bisa eksis jika tidak didukung akara yang kuat yaitu berupa tauhid. Ajaran tauhid adalah ajaran uang pertama sekali di tetrapkan dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para pengikutnya, kita tidak asing dengan cerita sahabat Bilal bin Rabbah, ketika dia diketahui masuk Islam oleh juragannya, yaitu disiksa dengan sangat pedih oleh tuanya tersebut yaitu muawiyyah.
Atau keluarga yasir, yang dihukum sehingga dari satu keluarga hanya anknya saja yang selamat dari penyiksaan demi penyiksaan yang dilakukan oleh kaum musrikin mekkah.
Gamabaran diatas menunjukkan betapa Agama kita dianut begitu kuat karena dilandasi oleh konsep tauhid yang kokoh,
sehingga ketika digoyang oleh ajaran agama lain kita, berhasil melawan serta mempertahankan ajaran kita, itu ketika zaman Nabi
Dalam konteks masa kini, pemikiran berkembang lebih cepat dari perkiraan manusia, serta kelompok--kelompok islam yang berkembang bagaikan jamur yang tumbuh setelah musim hujan, terjadi banyak sekali pemahaman-pemahaman baru dari konsep teologis. Yang sebenarnya setiap konsep teologis sudah dikembangkan oleh para ulama dan tidak menyali nass Qur’an dan Hadis.
Tetapi di sisi lain bayak  pemahaman baru yang menurut penulis perlu di tangkal, sehingga dalam edisi kali ini penulis mencoba menjelaskan pemahaman tentang konsep tauhid ada 20, ini menjadi penting karena konsep ini dalam dunia modern sekang ini sering di bantah bahkan dianggap keluar dati tauhid maaf bahasa kasrnya adalah “kafir”. Tulisan ini ber upaya ketika kita mendapat caunter dri pihak yang sepaham kita bisa menjawab dan mepertahankan system tauhid yang diajarkan kepada kita yang berumber dari para Ulama.

Memahami Konsep Sifat Dua Puluh
Dalam madzhab Ahlussunnah Wal-Jama'ah ada konsep sifat dua puluh yang wajib bagi Allah. Konsep ini sangat populer dan harus diketahui oleh setiap orang Muslim. Dari sini muncul sebuah pertanyaan, mengapa sifat yang wajib bagi Allah yang harus diketahui itu hanya dua puluh saja, bukan sembilan puluh sembilan sebagaimana yang terdapat dalam al-Asma' al-Husna?
Para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah dalam menetapkan sifat dua puluh tersebut sebenarnya berangkat dari kajian dan penelitian yang mendalam. Ada beberapa alasan ilmiah dan logis yang dikemukakan oleh para ulama tentang latar belakang wajibnya mengetahui sifat dua puluh yang wajib bagi Allah, antara lain:
Pertama, setiap orang yang beriman harus meyakini bahwa Allah SWT wajib memiliki semua sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya. Ia harus meyakini bahwa Allah mustahil memiliki sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Ia harus meyakini pula bahwa Allah boleh melakukan atau meninggalkan segala sesuatu yang bersifat
 mungkin seperti menciptakan, mematikan, menghidupkan dan lain-lain. Demikian ini adalah keyakinan formal yang harus dimiliki oleh setiap orang yang beriman.
Kedua, para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah sebenarnya tidak membatasi sifat-sifat kesempurnaan Allah dalam dua puluh sifat. Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan Allah, sudah barang tentu Allah wajib memiliki sifat tersebut, sehingga sifat-sifat Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan saja sebagaimana dikatakan al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi:
وَقَوْلُهُ J: « إِنَّ للهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اِسْمًا » لاَ يَنْفِيْ غَيْرَهَا ، وَإِنَّمَا أَرَادَ وَاللهُ أَعْلَمُ أَنَّ مَنْ أَحْصَى مِنْ أَسْماَءِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اِسْمًا دَخَلَ الْجَنَّةَ.
Sabda Nabi J: "Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan Nama", tidak menafikan nama-nama selainnya. Nabi J hanya bermaksud –wallahu a'lam-, bahwa barangsiapa yang memenuhi pesan-pesan sembilan puluh sembilan nama tersebut akan dijamin masuk surga.
Ketiga, para ulama membagi sifat-sifat khabariyyah, yaitu sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur'an dan hadits seperti yang terdapat dalam al-Asma' al-Husna, terbagi menjadi dua. Pertama, Shifat al-Dzat, yaitu sifat-sifat yang ada pada Dzat Allah SWT, yang antara lain adalah sifat dua puluh. Dan kedua, Shifat al-Af'al, yaitu sifat-sifat yang sebenarnya adalah perbuatan Allah SWT, seperti sifat al-Razzaq, al-Mu'thi, al-Mani', al-Muhyi, al-Mumit, al-Khaliq dan lain-lain. Perbedaan antara keduanya, Shifat al-Dzat merupakan sifat-sifat yang menjadi Syarth al-Uluhiyyah, yaitu syarat mutlak ketuhanan Allah, sehingga ketika Shifat al-Dzat itu wajib bagi Allah, maka kebalikan dari sifat tersebut adalah mustahil bagi Allah. Dari sini para ulama menetapkan bahwa Shifat al-Dzat ini bersifat azal (tidak ada permulaan) dan baqa' (tidak berakhiran) bagi Allah. Hal tersebut berbeda dengan Shifat al-Af'al. Ketika Allah memiliki salah satu di antara Shifat al-Af'al, maka kebalikan dari sifat tersebut tidak mustahil bagi Allah, seperti sifat al-Muhyi (Maha Menghidupkan) dan al-Mumit (Maha Mematikan), al-Dhar (Maha Memberi Bahaya) dan al-Nafi' (Maha Memberi Manfaat), al-Mu'thi (Maha Pemberi) dan al-Mani' (Maha Pencegah) dan lain-lain. Di samping itu para ulama mengatakan bahwa Shifat al-Af'al itu baqa' (tidak berakhiran) bagi Allah, namun tidak azal (ada permulaan).
Keempat, dari sekian banyak Shifat al-Dzat yang ada, sifat dua puluh dianggap cukup dalam mengantarkan pada keyakinan bahwa Allah memiliki segala sifat kesempurnaan dan Maha Suci dari segala sifat kekurangan. Di samping substansi sebagian besar Shifat al-Dzat yang ada sudah ter-cover dalam sifat dua puluh tersebut yang ditetapkan berdasarkan dalil al-Qur'an, sunnah dan dalil 'aqli.
Kelima, sifat dua puluh tersebut dianggap cukup dalam membentengi akidah seseorang dari pemahaman yang keliru tentang Allah SWT. Sebagaimana dimaklumi, aliran-aliran yang menyimpang dari faham Ahlussunnah Wal-Jama'ah seperti Mu'tazilah, Musyabbihah, Mujassimah, Karramiyah dan lain-lain menyifati Allah dengan sifat-sifat makhluk yang dapat menodai kemahasempurnaan dan kesucian Allah. Maka dengan memahami sifat wajib dua puluh tersebut, iman seseorang akan terbentengi dari keyakinan-keyakinan yang keliru tentang Allah. Misalnya ketika Mujassimah mengatakan bahwa Allah itu bertempat di Arsy, maka hal ini akan ditolak dengan salah satu sifat salbiyyah yang wajib bagi Allah, yaitu sifat qiyamuhu binafsihi (Allah wajib mandiri). Ketika Musyabbihah mengatakan bahwa Allah memiliki organ tubuh seperti tangan, mata, kaki dan lain-lain yang dimiliki oleh makhluk, maka hal itu akan ditolak dengan sifat wajib Allah berupa mukhalafatuhu lil-hawadits (Allah wajib berbeda dengan hal-hal yang baru). Ketika Mu'tazilah mengatakan bahwa Allah Maha Kuasa tetapi tidak punya qudrat, Maha Mengetahui tetapi tidak punya ilmu, Maha Berkehendak tetapi tidak punya iradat dan lain-lain, maka hal itu akan ditolak dengan sifat-sifat ma'ani yang jumlahnya ada tujuh yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama', bashar dan kalam. Demikian pula dengan sifat-sifat yang lain.[1] hal inilah mengapa menjadi penting memahami konsep sifat Alloh yang 20.
Sebagai penutup tulisan ini dapat diberi kesimpulan, bahwa konsep tauhid yang di tanamkan pada diri kita oleh para guru-guru ngaji kita itu ternyata konsep yang bersumber dan kuat dalam penalaran yang sudah di uji kesahihannya oleh para Ulama.
Kedua, dengan konsep ini menambah keteguhan akan kebenaran konsep-konsep sunni. Apalaigi ketika kita dihadapkan dengan dialog dengan kalangan yang mengatasnamakan Agama untuk berupaya “mengkafirkan”, dan hal ini hanya sebagai pembelaan diri bahwa kita juga punya landasan beragama yang kuat dalam tradisi keilmuan para Ulama.


[1] Lihat pernyataan Hujjatul Islam al-Ghazali tentang tujuan ilmu kalam dalam, al-Munqidz min al-Dhalal, Kairo: Dar al-Ma'arif, 1998, hlm. 36, edisi Abdul Halim Mahmud.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar